Sebenarnya dalam mazhab Syafie hanya lima perkara
sahaja yang membatalkan wudhuk seseorang, antaranya adalah:
1. Keluar sesuatu dari dua jalan (qubul atau dubur).
2. Hilang akal, sama ada sementara atau kekal.
3. Bersentuhan kulit antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan.
5. Tidur, kecuali apabila dalam keadaan duduk dan tidak berubah kedudukannya.
Sesetengahnya menambahkan bahawa murtad membatalkan wudhuk bagi Syafie.
Mengenai persoalan akhie itu (makan daging unta batal wudhuk) adalah batal wudhuk bagi mazhab Hambali; ini berdasarkan hadis Jabir bin Samurah r.a, beliau berkata:
1. Keluar sesuatu dari dua jalan (qubul atau dubur).
2. Hilang akal, sama ada sementara atau kekal.
3. Bersentuhan kulit antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram.
4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan.
5. Tidur, kecuali apabila dalam keadaan duduk dan tidak berubah kedudukannya.
Sesetengahnya menambahkan bahawa murtad membatalkan wudhuk bagi Syafie.
Mengenai persoalan akhie itu (makan daging unta batal wudhuk) adalah batal wudhuk bagi mazhab Hambali; ini berdasarkan hadis Jabir bin Samurah r.a, beliau berkata:
“Seorang lelaki telah bertanya kepada Rasulullah s.a.w:
Adakah kami perlu memperbaharui wudhu’ apabila memakan daging kambing? Jawab
baginda: Jika kamu mahu, berwudhu’lah. Jika sebaliknja, tidak mengapa. Ditanya
lagi: Adakah kami perlu berwudhu’ apabila memakan daging unta? Jawab baginda:
Ya. Berwudhu’lah apabila memakan daging unta. Ditanya lagi: Bolehkah kami solat
di kandang kambing? Jawab baginda: Boleh. Ditanya lagi: Bolehkah kami solat di
kandang unta? Jawab baginda: Tidak. (Hadis riwayat Ahmad dan Muslim)
Rumusannya;
Makan daging unta itu membatalkan wudhuk pada sisi Imam Ahmad atau mazhab Hambali sahaja.
Adapun di sisi mazhab-mazhab yang lain (Imam Malik, Syafi’ie dan Abu Hanifah), ia (makan daging unta) tidaklah membatalkan wudhuk. Berkenaan hadis tadi, mereka menjawab; maksud wudhuk di dalam hadis tadi ialah membasuh tangan dan mulut untuk tujuan kebersihan. Ini sebagaimana hadis dari Ibnu ‘Abbas r.a. yang menceritakan; “Nabi meminum susu. Kemudian baginda meminta air, lalu berkumur dan berkata; ‘Sesungguhnya ia berlemak’”. (Riwayat Imam Muslim).
Akhie boleh beramal dengan mazhab Syafie dan perkara yang membatalkan wudhuk pada Syafie hanya 5 perkara sahaja.
Oleh: Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muqbil bin
Hadi Al-Wadi’i
Tanya: Apakah memakan daging unta membatalkan wudhu?
Jawab:
Yang benar dari pendapat para ulama ialah memakan daging
unta itu membatalkan wudhu. Imam Muslim rahimahullah berkata (1/275):
Abu Kamil Fudhail bin Husain Al-Jahdari telah menceritakan
kepada kami, ia berkata, Abu ‘Awanah telah bercerita kepada kami, dari Utsman
bin Abdullah bin Mauhib, dari Ja’far bin Abu Tsaur, dari Jabir bin Samurah,
bahwa seseorang telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apakah
saya harus berwudhu karena memakan daging kambing?” Beliau menjawab, “Kalau
kamu mau berwudhulah dan kalau kamu mau tinggalkanlah!” Kemudian orang itu
bertanya lagi, “Apakah saya harus berwudhu karena makan daging unta?” Beliau
menjawab, “Ya, berwudhulah dari daging unta!” Kemudian ia bertanya lagi,
“Bolehkah saya shalat di kandang kambing?” Beliau menjawab, “Ya!” Orang itu
kembali bertanya, “Bolehkah saya shalat di kandang unta?” Beliau menjawab,
“Tidak!”
Berkata Imam Muslim, “Abu Bakar bin Abi Syaibah telah
bercerita kepada kami, bahwa Mu’awiyah bin ‘Amr telah bercerita kepada kami,
bahwa Zaidah telah bercerita kepada kami dari Simak.”
Masih kata Imam Muslim, “Al-Qasim bin Zakariya telah
bercerita kepada kami, bahwa Ubaidullah bin Musa telah bercerita kepada kami
dari Syaiban dari Utsman bin Abdullah bin Mauhib dan Asy’ast bin Asy-Sya’tsa’,
semuanya dari Ja’far bin Abu Tsaur dari Jabir bin Samurah, dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam seperti haditsnya Abu Kamil, dari Abu ‘Awanah.”
Sebagian orang telah mencela hadits ini, karena riwayatnya
berasal dari Ja’far bhn Abi Tsaur. Ibnul Madini berkata, “Majhul,” seperti
tercantum di dalam Tahdzibut Tahdzib.
Bantahan terhadap hal ini ada dua.
Pertama, Imam At-Tirmidzi berkata dalam kitab Al-’Ilal:
“(Ja’far) masyhur.” Berkata Al-Hakim Abu Ahmad, “Dia tergolong dari masyayikh
Kufah yang terkenal periwayatannya dari Jabir.” (dari Tahdzibut Tahdzib)
Kedua, hadits ini memiliki syahid (penguat) yang shahih.
Berkata Imam Abu Dawud (1/31j),
Utsman bin Abi Syaibah telah bercerita kepada kami, ia
berkata, Abu Mu’awiyah telah bercerita kepada kami, ia berkata, Al-A’masy telah
bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Abdullah Ar-Razi, dari Abdurrahman bin
Abu Laila, dari Al-Barra’ bin ‘Azib, ia berkata, “Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam ditanya tentang berwudhu dari daging unta, maka beliau
menjawab, “Berwudhulah darinya.” Dan beliau ditanya tentang daging kambing,
beliau menjawab, “Tidak perlu berwudhu darinya.” Beliau ditanya tentang shalat
di kandang unta, maka jawab beliau: “Jangan kalian rhalat di kandang unta
karena ia dari syaitan.” Beliau ditanya tentang shalat di kandang kambing,
beliau menjawab, “Shalatlah di sana karena itu adalah barakah.”
Demikianlah dan jumhur ulama berpendapat tidak membatalkan
wudhu, berdasarkan riwayat Abu Daud di dalam Sunan-nya (1/327), berkata
rahimahullah: Musa bin Sahl Abu Imran Ar-Ramli telah bercerita kepada kami, ia
berkata, Syuaib bin Hamzah telah bercerita kepada kami, dari Muhammad bin
Munkadir, dari Jabir ia berkata, “Dahulu perkara terakhir yang disampaikan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah tidak berwudhu dari segala yang
diubah oleh api.”
Berkata Abu Daud: “Ini adalah ringkasan dari hadits yang
pertama.”
Berkata Abu Abdurrahman, “Lahiriyah sanad hadits ini shahih,
akan tetapi Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitabnya At-Talkhish Al-Habir
(1/116): Dan berkata Abu Daud, ini adalah ringkasan dari hadits yang berbunyi,
‘Suatu hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disodori sepotong roti dan
daging, kemudian beliau makan dan meminta air untuk berwudhu, lantas beliau
berwudhu sebelum waktu zuhur, kemudian mengambil sisa makanannya.” Pada hadits
ini ada tambahan (istidraj), dan kemungkinan Syuaib yang meriwayatkannya, yakni
kata-kata, “kemudian beliau mengambil sisa makanannya, dan makannya, kemudhan
beliau bangkit untuk shalat dan tidak berwudhu.”
Berkata Ibnu Abi Hatim dalam ‘Ilal-nya seperti ini juga. Di
sana ada tambahan dan bisa jadi Syuaib yang meriwayatkan dari hafalannya, dan
ia keliru.
Berkata Ibnu Hibban seperti apa yang dikatakan oleh Abu
Daud. Illat lainnya, Imam Syafi’i berkata dalam Sunan Harmalah, “Ibnul Munkadir
tidak mendengar hadits ini dari Jabir, akan tetapi mendengarnya dari Abdullah
bin Muhammad bin Aqil.” (At-Talkhish Al-Habir)
Sehingga jelaslah bahwa hadits yang dijadikan sandaran oleh
mereka dalam hal ini mu’all (lemah). Kemudian apabila hadits ini shahih tentu
tidak ada pertentangan antara hadits ini dengan hadits Jabir bin Samurah dan
Al-Barra’ radhiyallahu ‘anhuma, karena keumuman hadits ini telah dikhususkan
dengan hadits Al-Barra’ dan Jabir bin Samurah dan Barra’ dari segala sisinya.
Sebab, mungkin saja daging unta itu dimakan mentah, dan diakui bahwa daging
anak unta tergolong daging yang paling lezat. Allahu a’lam.
Adapun hikmah bahwa daging unta membatalkan wudhu, hal ini
tidak dijelaskan di dalam nash. Ada yang mengatakan unta itu dari syaitan. Dan
ada yang mengatakan bahwa memakan dagingnya mengakibatkan kegemukan. Sebagian
lagi melontarkan pendapat bahwa berinteraksi dengannya dapat melahirkan
kesombongan bagi penggembalanya, maka yang demikian akan berimbas kepada
orang-orang yang memakan dagingnya. Maka, wudhulah yang akan menghilangkan
kesombongan tersebut. Semua ini semata-mata dugaan dan rekaan saja. Tidaklah
berdosa apabila kita tidak mengetahui hikmahnya. Wallahu a’lam.
Sumber: Tanya Jawab Bersama Syaikh Muqbil, penerjemah Al-Ustadz Ja’far Shalih Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc. Penerbit Pustaka Salafiyah, Banyumas. Hal. 83-87.
Sumber: Tanya Jawab Bersama Syaikh Muqbil, penerjemah Al-Ustadz Ja’far Shalih Abu Muqbil Ahmad Yuswaji, Lc. Penerbit Pustaka Salafiyah, Banyumas. Hal. 83-87.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan